Home > 社会人の物語, Experiences > Bekerja di Perusahaan di Jepang, Siapa Takut?

Bekerja di Perusahaan di Jepang, Siapa Takut?

by Haris (MHM) & Dian (DS)
published in Interaksi (Buletin PPIJ) Edisi 16 → link

Teringat kembali pertanyaan salah seorang teman yang sedang menempuh pendidikan di Jepang, “Apakah menjadi dosen adalah satu-satunya pilihan pekerjaan bagi orang Indonesia yang memiliki ijazah S2/S3?” Hal ini selalu menjadi pertanyaan besar bagi teman-teman mahasiswa, khususnya yang memiliki ijazah dari universitas luar negeri dan ingin kembali ke tanah air tapi tidak memiliki ikatan kerja di Indonesia. Kemudian penulis bertanya kepada diri sendiri, “Kenapa tidak bekerja di luar negeri saja? Mengharumkan nama bangsa dan memajukan tanah air bisa dari mana saja bukan?” Lihatlah China, populasi terbesar dunia, orang-orangnya banyak bekerja di luar negeri dan bahkan hampir di semua negara. Lihatlah India, populasi terbesar kedua dunia, orang-orangnya banyak bekerja di US. Apa yang telah mereka lakukan di luar negeri telah mengharumkan nama bangsanya. Ketika mereka pulang ke tanah airnya, ilmu dan teknologi yang didapat di luar negeri bisa diterapkan untuk memajukan bangsa dan negaranya.

Training Edukasi bagi Pegawai Baru
Pada awal masuk kerja, pegawai baru akan mendapatkan traning awal. Training ini biasanya berkaitan dengan orientasi mindset seorang pegawai dan pengenalan produk/jasa perusahaan tersebut. Penulis (MHM) berkesempatan menjalani training karyawan baru selama tiga bulan yang terdiri dari training orientasi, training membuat produk, dan training berjualan.
Sama halnya seperti ketika pertama kali masuk sekolah, ada masa orientasi siswa yang ditujukan untuk merubah mindset bahwa kita sudah semakin dewasa dan harus bisa berperilaku seperti orang dewasa yang bisa memberikan contoh bagi generasi di bawahnya. Di dalam perusahaan pun demikian, ada semacam orientasi di dalam kelas yang mengajarkan apa perbedaan antara mahasiswa dan pegawai (shakaijin) dan bagaiamana seorang pegawai harus ber-mindset dan berperilaku. Berbeda dengan mahasiswa, pegawai dituntut memberikan output bagi kesejahteraan masyarakat dan keuntungan perusahaan. Namun tidak berarti pegawai berhenti menerima input pembelajaran.
Training selanjutnya adalah training membuat dan menjual produk. Training ini bertujuan agar semua pegawai, mulai dari engineer hingga human resource department, memahami apa dan bagaimana perusahaannya menjalankan bisnis. Seorang engineer/peneliti tidak pernah bisa menjadi engineer yang baik jika dia tidak memahami keadaan riil ketika produk dibuat dan jika dia pernah memahami kebutuhan masyarakat. Training berjualan di frontline adalah sesuatu hal yang langka khususnya bagi engineer yang notabene bekerja di backline. Awalnya mungkin banyak kekhawatiran tentang bagaimana kita sebagai orang asing, yang juga merupakan representasi dari perusahaan, mampu berkomunikasi dan memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Penulis pun merasa demikian, ketika ditempatkan di salah satu toko merasa khawatir dengan kemampuan bahasa Jepang karena di Jepang bahasa yang digunakan kepada pelanggan adalah bahasa yang sangat sopan yang mana bagi kebanyakan orang Jepang pun sulit. Namun kekhawatiran itu tidak pernah terjadi. Kebanyakan pelanggan yang datang ke toko adalah orang-orang tua. Orang tua ini umumnya datang ke toko hanya untuk mengobrol santai karena kesepian di rumah. Mereka sangat senang ketika ada pegawai asing yang bisa berbahasa Jepang walaupun hanya sedikit dan sangat senang ketika mendengarkan cerita tentang Indonesia. Selain menjaga toko, banyak pengalaman lain seperti instalasi perangkat ke rumah pelanggan, menyebarkan pamflet undangan suatu event yang akan diselengarakan di toko, dll. Tentu saja penulis tidak sendirian, ada pegawai toko lainnya yang membantu ketika penulis tidak mengerti apa yang diucapkan pelanggan atau tidak mengerti cara instalasi suatu produk.
Sangat menyenangkan sekali bisa berinteraksi secara langsung dengan pelanggan, bisa memhami kebutuhan pelanggan, bisa memahami keluhan-keluhan pelanggan, bisa belajar bagaimana me-manage sebuah toko, dll. Di atas itu semua, trainig-training ini memberikan semangat dan pelajaran bahwa ada orang-orang di frontline yang susah payah menjual produk dan menerima keluhan/komplain dari pelanggan, sehingga tak ada lagi alasan bagi engineer untuk tidak bekerja keras.

Perbedaan budaya, Keterbatasan bahasa, dan Barrier lainnya di Kantor
Jepang memang terkenal dengan bangsa yang homogen. Tidak seperti bangsa Amerika yang memiliki kulit putih, kuning hingga hitam atau bangsa Indonesia yang memiliki berbagai etnik, budaya, dan bahasa. Warga Jepang pun termasuk salah satu bangsa yang kemampuan bahasa Inggrisnya sangat rendah. Sehingga topik mengenai diversity sangat digalakkan di beberapa perusahaan. Banyak perusahaan-perusahaan Jepang yang mendambakan suasana kerja yang dipenuhi orang-orang asing dari berbagai negara yang bisa berinteraksi dan bekerja bersama orang-orang Jepang. Bagi warga asing yang tinggal di Jepang hal ini justru adalah suatu kesempatan sekaligus tantangan besar. Tantangannya adalah pegawai asing harus mampu menjadi the agent of change. Dengan kata lain, pegawai asing diharapkan bisa mempertahankan identitasnya sebagai warga negara asing yang memiliki cara pandang, budaya, agama, dan bahasa yang berbeda, sehingga terciptalah suasana global yang dinamis di dalam kantor.
Penulis (DS) berkesempatan bekerja di perusahaan yang sedang giat menggalakan globalisasi bahkan sampai mencanangkan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya. Dokumen, laporan harian, data-data, meeting hampir semua harus ditulis atau dilakukan dalam bahasa Inggris, yang tentunya sangat memudahkan kita. Walaupun sebenarnya merasa sedikit rugi akan menurunnya kemampuan bahasa Jepang karena asik berbahasa Inggris sehari-harinya. Di kantor pusat tempat penulis bekerja ada lebih dari 30% orang asing dari 6 benua berkumpul di sini. Tentu saja suasana dan budaya kerja juga berbeda dengan perushaan Jepang pada umumnya. Akan tetapi prinsip-prinsip budaya jepang yang mengakar di masyarakatnya seperi kerja keras, jujur, sapaan (aisatsu), membungkuk (ojiki) masih kental dalam rutinitas kerja harian.
Di perusahaan ini, penulis cederung tidak merasakan perbedaan hak dan kewajiban antara orang asing dan orang Jepang, adanya keragamaan budaya dan bahasa cederung lebih memperkaya kreativitas dalam dunia bisnis, bahkan kadang kala banyak hal-hal menarik yang lahir dari keragaman tersebut. Kita mendapatkan hak yang sama dengan pegawai orang Jepang lainnya bahkan hak untuk menjadi seorang exceutive officer (tentunya jika ingin membangun karir panjang disini hehehe). Tentunya kita diberi kewajiban yang sama, sebagai engineer penulis sering sekali terlibat dalam proyek-proyek yang menuntut kita harus bekerjasama dengan orang Jepang bahkan tentunya dengan customer orang Jepang. Komunikasi dalam menyukseskan proyek tersebut sangatlah penting, jangan takut atau segan untuk bertanya hanya karena kita adalah orang asing. Untuk menhindari kesalahan sebaiknya kita bertanya dulu karena kita dituntut bersikap professional dalam proyek tersebut. Orang Jepang sangat maklum dengan pegawai baru (fresh graduates) yang sering bertanya, bahkan mereka senang. Menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Jepang bukanlah isu utama di sini. Bahasa hanyalah alat, yang penting adalah ide dan pertanyaan kita tersampaikan dengan komunikasi baik.
Beradaptasi di perusahaan Jepang gampang-gampang susah dan bisa dikatakan tergantung pada kepribadian seseorang dan budaya perusahaan tersebut. Tentu saja akan lebih mudah beadaptasi di perusahaan Jepang yang sudah mengerti bagaimana menangani orang asing. Jika kita membutuhkan suatu treatment special seperti yang berkaitan dengan ibadah, makanan, cuti pada hari raya atau ingin cuti panjang ke Indonesia, kita dapat membicarakan dengan atasan dan orang Jepang cenderung menerima jika kita dapat menjelaskan dengan baik, bahkan mereka terkadang memfalisitasi kita. Menurut penulis arus globalisasi yang terjadi di Jepang sejak dulu, sedikit banyak telah mengubah pola pikir masyarakat Jepang dalam bekerja. Misalnya pola pikir berpindah-pindah perusahaan, menghindari overtime work dengan mengerjakan perkerjaan lebih efisien (perusahaan tidak menganjurkan pegawainya untuk overtime karena menambah cost), atau bahkan budaya minum-minum bersama (nomikai) menjadi lebih jarang. Perubahaan ini membuat proses adaptasi lebih mudah.
Kedepannya akan semakin banyak perusahaan Jepang yang menyadari pentingnya globalisasi sebagai menjadi salah satu kunci sukses jika perusahaan ingin survive dari pesaingan global dan masuknya perusahaan asing yang mengembangkan bisnisnya ke Jepang. Itu artinya semakin besar peluang mahasiswa asing termasuk mahasiswa Indonesia untuk bekerja di Jepang.

Jam kerja dan Aktifitas sehari-hari
Di perusahaan ada beberapa jenis jam kerja dan kebijakannya diatur oleh masing-masing divisi pada perusahaan tersebut. Beberapa di antaranya adalah Fixed time, Flexible time, dan Coreless flex-time. Tipe fixed time adalah tipe yang memberlakukan jam mulai kerja, jam selesai kerja dan jumlah jam kerja minimal dalam satu hari. Tipe flexible time adalah tipe yang memberlakukan jumlah jam kerja minimal dalam satu hari dan adanya core time tapi tidak menetapkan jam mulai dan jam selesai kerja. Core time adalah periode waktu yang mengharuskan pegawai untuk bekerja. Tipe coreless flex-time adalah tipe yang memberlakukan jumlah jam kerja minimal dalam satu hari tapi tidak ada core time dan tidak menetapkan jam mulai dan jam selesai kerja.
Berikut ini adalah aktifitas penulis sehari-hari.

(MHM, coreless flex-time) 7 jam 45 menit per hari
07.50~08.00 Ganti pakaian seragam
08.00~08.25 Mengecek email dan persiapan pekerjaan hari ini
08.25~08.50 Aktifitas pagi (olah raga rajio taisou, menyanyi hymne perusahaan, membaca dharma perusahaan, mendengarkan cerita pengalaman dari salah seorang pegawai, mendengarkan beberapa informasi, dan briefing). Karena coreless flex-time, tidak ikut aktifitas pagi pun tidak apa-apa.
08.50~12.15 Bekerja
12.15~13.00 Makan siang, ibadah, istirahat
13.00~15.00 Melanjutkan pekerjaan
15.00~15.15 Ibadah dan istirahat
15.15~17.00 Melanjutkan pekerjaan
17.00~ Menulis laporan, Membersihkan meja kerja, Pulang. Jika masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu, bekerja dilanjutkan hingga max. pukul 19.00

(DS, fixed time) 09:30~18:00, 7 jam 30 menit per hari
08.00~09.00 Mengecek email dan persiapan pekerjaan hari ini
09.00~09.30 Email, briefing pagi (5 menit)
09.30~12.00 Bekerja
12.00~13.00 Makan siang, ibadah
13.00~15.00 Bekerja
15.00~15.15 Ibadah dan istirahat
15.15~17.30 Bekerja
17.30~18:00 Ibadah, Daily and Weekly Report, Absensi harian
18:00~ pulang atau melanjutkan kerja (biasanya hanya lanjut kerja jika lagi penasaran dengan suatu problem)

Kehidupan bekerja di perusahaan cukup teratur, bahkan menurut penulis lebih teratur dibanding masa mahasiswa dulu hehehe… Pilih lokasi tempat tinggal yang mudah menjangkau kantor (jangan pilih yang tempat tinggal yang mengharuskan kita mengganti transport/norikae berkali-kali). Keteraturan ini terkadang membuat bosen, jadi pandai-pandailah pilih waktu juga untuk bersosialisasi, mengerjakan hobi, jalan-jalan, belanja dan lain sebagainya.

Berikut adalah pendapat penulis mengenai beberapa alasan mengapa orang asing bekerja di perusahaan di Jepang.
1. Ingin aktualisasi diri di bidang yang ditekuninya.
2. Ingin gaji yang sesuai dengan taraf pendidikannya.
3. Ingin membangun kemampuan diri, personality, dan profesionalisme.
4. Ingin menjadi bagian dari sistem dan teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan kelas dunia.
5. Ingin terlibat dalam pekerjaan yang go international e.g. sering bussiness trip ke luar negeri, dll.
6. Ingin mendapatkan pengalaman kerja di perusahaan besar.
7. Ingin membangun karir jangka panjang baik di Jepang ataupun di cabang perusahaan di luar negeri.
8. Ingin menjadi penghubung antara cabang perusahaan di luar negeri dan headquarter di Jepang (pimpinan di luar negeri).
9. Ingin kehidupan yang baik khas negara maju dan pendidikan yang baik bagi anak-anak dan keluarga.
Jadi, siapa takut? Bekerja di suatu perusahaan adalah salah satu kesempatan yang sangat bagus khususnya bagi seorang fresh graduate untuk bisa memahami “the real society” dan sebuah langkah awal untuk menjadi lebih dewasa dan bijakasana dalam bermasyrakat. Dan menurut penulis, Jepang merupakan role model yang bagus bagi kita orang Indonesia untuk mempelajari dan menirunya. Bangkitlah Indonesiaku!

  1. March 20, 2012 at 11:38 pm

    Nice! Banyak memberikan masukan. 🙂

    Thanks for sharing.

    • harisu
      March 24, 2012 at 9:08 am

      your welcome Ras.

  2. tom
    August 7, 2012 at 9:18 pm

    bang, tau g perusahaan mana di Indonesia yg ada kemungkinan di training di Jepang??

  3. December 21, 2012 at 6:40 pm

    nice post mas
    aku jg lg meniti kesempatan studi dan bekerja di Jepang
    doakan ya mas. Salam.

  4. irsalina
    February 26, 2013 at 1:05 am

    nice experience Haris. 08-18.00 seems reasonable yah ternyata gak seperti yang terdengar biasanya kalau bekerja di Jepang itu overtime melulu. Boleh share juga mengenai karakter kerja orang Jepang itu sendiri ris? apakah efektif atau berbelit2, process oriented atau result oriented, lebih sering dikasih independensi atau lebih sering dikontrol dll..

    • harisu
      March 7, 2013 at 10:10 pm

      tergantung kerjaan juga sih cha. klo lagi sibuk bgt, bisa pulang jam 11 malem. karakter kerja orang jepang menurutku sih kurang efektif ya, terlalu banyak prosedur, terlalu banyak recheck, bagi orang indonesia sih troublesome, repot. cenderung process oriented sih aku rasa, perkembangan diri kita dan hasil2 yg kita hasilnya bener2 didokumentasikan dan diperhatikan dgn baik. nah, kelemahan orang jepang tuh lebih sering dikontrol, kurang indepedensi jadinya kurang kreatif. orang jepang kan paling ga suka konflik, jd bawahan selalu nurut dgn atasan dan ga banyak cekcok pdhal atasan yg udh pada tua2 tuh pikirannya udh beda jaman..

      btw, skrg icha dmn? msh di perancis? asik ga di sana? lg mikir2 pengen lanjut S3 di eropa nih.

  5. Lana
    January 30, 2014 at 6:15 pm

    Saya di indonesia tapi bekerja untuk perusahaan korea.bahasa sehari2 menggunakan inggris(walaupun masih litle-litle babar blasss..he),tapi saya sll smngat utk menunjukan bahwa orang2 indonesia juga bisa bekerja secara profesional.

  6. August 13, 2014 at 12:48 pm

    hebat, jadi kepengen kesana ka 🙂 minta alamat fb nya kaakk biar gampang sharing2 hehe, or add me liaulizahra@gmail.com doumo arigatou 🙂

  7. Amalia Zahrah
    July 14, 2016 at 6:38 pm

    nice post. boleh saya tau kerja di perusahaan apa di jepangnya? terimakasih

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment